Düsseldorf , sebuah kota dekat perbatasan Jerman dan Belanda, berjarak 800 km dari ibukota Berlin ternyata di salah satu pojok kotanya memiliki hubungan erat dengan perempuan Batak. Mengapa bisa demikian ? Karena di sebuah jalan kecil di tengah kota, Düsseldorf tersebut terdapat sebuah toko pengrajin hiasan rambut, tepatnya tusuk konde yang sangat dicintai perempuan Batak, khususnya ibu-ibu yang masih berpegang pada tradisi turun temurun, pergi ke gereja dengan memakai sanggul dan kebaya. Suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka, pergi ke gereja atau acara –acara lain dengan memakai tusuk konde made in Jerman. Satu-satunya toko pengrajin perhiasan tusuk konde ini telah sangat masyur namanya di kalangan orang Indonesia yang bermukim di Jerman khususnya yang berasal dari daerah Sumatra Utara .
Kemasyuran nama toko tersebutpun telah menarik minat pengurus DWP KBRI Berlin. Keingintahuan, apa sebenarnya yang menyebabkan hiasan rambut tersebut sangat istimewa? Karenanya, pada kesempatan mengunjungi Floriade, di Venlo, Belanda, pameran bunga terbesar se-Eropa yang diselenggarakan 10 tahunan sekali , kamipun menyempatkan diri untuk berkunjung ke sana .
Toko dan rumah pemilik pengrajin Wolfgang Sief itu terletak tak jauh dari pusat kota Düsseldorf . Rumah biasa layaknya apartemen di Jerman, tak menunjukkan keistimewaan apapun, tidak menyerupai toko perhiasan layaknya. Hanya di jendela rumah , terpampang tulisan Spezialwerkstatt für Haarschmuck (Pengrajin khusus perhiasan rambut ) , yang memberi petunjuk bahwa kami tak salah jalan dan berada di alamat yang tepat . Hanya ketua DWP KBRI Berlin, Atiek Pratomo yang pernah beberapa tahun sebelumnya mengunjungi tempat ini dan meyakinkan bahwa memang itulah tempat pengrajin konde yang dimaksud . Selebihnya 6 orang pengurus DWP lainnya baru pertama kali mengunjungi toko ini.
Sejarahnya dulu, para penginjil dari Jerman ketika mereka bertugas di Sumatra, khususnya daerah Batak, yang memperkenalkan dan membawa perhiasan tusuk konde made in Düsseldorf ini sebagai buah tangan ibu-ibu yang memang memiliki tradisi memakai konde ke gereja atau ke acara adat di tanah Batak. Tak diperoleh data yang jelas, sejak kapan tradisi oleh-oleh made in Jerman ini mulai diminati dan menjadi tradisi , yang jelas pada website toko mungil milik Wolfgang Sief ini hanya tertulis, toko ini berdiri sejak tahun 1950, dan Sief ketika DWP bertanya, mengambil alih kepemilikan serta melanjutkan sebagai pengrajin hiasan rambut sejak tahun 1980. Dia meneruskan usaha keluarga dari ayah teman baiknya. Di dinding toko tersebut , ada sebuah plakat pendirian perusahaan yang memang tertera tahun 1950.
Bahan dasar hiasan rambut yang dibuat dari kulit penyu pada awalnya, sekarang digantikan dengan dengan bahan plastik sintetis, karena tidak mungkin lagi mendapatkan bahan asli dari kulit penyu. Ketika pengurus DWP memasuki ruangan kecil berukuran 2×3 meter itulah, barulah kami merasakan pesona kecantikan tusuk-tusuk konde , bross, penjepit rambut serta keranjang rambut yang biasanya dipakai perempuan yang menggelung rambut panjangnya . Hiasan –hiasan rambut berwarna kecoklathitaman itu dihias dengan permata-permata kecil kristal Swarovsky, jaman dulunya perempuan Batak menyebutnya jepit rambut Berlian Jerman. Bentuk rancangannyapun beraneka ragam dan dibuat dengan ketrampilan tangan yang sangat rapih dan detail tekstur desainnya. Antusias masyarakat Indonesia yang berkunjung ke toko tersebut, ditandai dengan adanya beberapa souvenir Indonesia yang terpajang di toko, misalnya wayang dan ada hiasan rambut buatan toko tersebut yang bertuliskan GKBI ( Gereja Kristen batak Indonesia ).
Hampir selama lebih dari 1 jam, pengurus DWP asyik memilih –milih model yang diinginkan. Dua orang pengurus berasal dari Sumatra Utara pun antusias memilih, satu untuk nanboru, satu untuk eda, satu lagi untuk ibu tercinta , satu untuk yang lain, sampai keranjang belanja penuh dengan tusuk konde, penjepit rambut dan perhiasan rambut lainnya. Keasyikan memilih barang yang diinginkan ditambah dengan riuh ramainya komentar pengurus DWP ditemani adik pemilik toko. Harga perhiasan itupun beragam, mulai dari 5 € (sekitar Rp.60 ribuan ) yang termurah, sampai ratusan Euro pun ada, tergantung dari besar , keunikan rancangannya serta fungsi perhiasan tersebut. Sang pemilik kakak beradik langsung sibuk melayani dan lumayan cukup kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba tanpa reservasi sebelumnya, tapi membawa rejeki yang lumayan besar untuk kakak beradik tersebut. Kamipun mendapatkan bonus hadiah dari si pemilik toko. Sang pemilik yang hanya menguasai sedikit kosa kata bahasa Indonesia itupun, menggunakan kata hadiah daripada Geschenk dalam bahasa Jerman untuk arti kata yang sama. Setelah puas memilih dan membayar, kamipun beranjak pergi untuk menikmati suasana kota Düsseldorf yang cantik sekaligus mencari tempat santap malam .
Layak untuk kita tahu, bahwa kanal yang sangat penting ketika kita berwisata di Jerman, adalah wisata menyusuri Sungai Rhine. Sungai sepanjang 1.320 km yang membelah delapan negara Eropa Barat dan sebagian besar di wilayah Jerman itu juga membelah kota Düsseldorf.
Sungai Rhine adalah sungai besar yang lingkungannya terjaga bersih. Berawal dari daerah Grisons di Pegunungan Alpen di Swiss, mengalir sepanjang 1.320 km membelah delapan negara, dari Swiss – Italia – Liechtenstein – Austria – Jerman – Perancis – Luxemburg – Belanda. Sekitar 1000 km, sungai itu mengalir dan membelah kota-kota besar di Jerman. Melewati kota-kota besar, dari Basel, perbatasan Jerman dengan Perancis, Strasbourg di wilayah Swiss, kemudian mulai masuk ke wilayah Jerman dari Karisruhe, yaitu daerah industri baja Jerman. Selain itu sungai itu melewati kota Köln, Düsseldorf, Wiesbaden, Mannheim, Mainz, Koblenz, Karlsruhe, dan sebagainya dan beberapa wilayah kota-kota lain di sepanjang Jerman .
Pinggiran sungai Rhine yang membelah kota Düsseldorf ternyata sangat apik tertata, bangunan kuno apartemen, menara tua yang berdampingan dengan jalan setapak menuju restoran tenda pinggir sungai dan pohon-pohon berjajar rapih disepanjang jalan itu. Bangku taman menghadap sungai, membuat siapapun betah untuk menikmati pemandangan matahari terbenam di situ. Pejogging dengan walkman dan anjing pudelnya pun ikut menambah hidup suasana kota Düsseldorf . Setelah menikmati jalan-jalan sore dan beristirahat sejenak di cafe tenda dengan menyeruput teh, kopi dan minuman ringan yang menghangatkan badan , kamipun berpindah tempat lagi mencari restoran Vietnam. Tak dinyana, kebetulan malam itu malam nobar (nonton bareng) sepak bola. Jalan-jalan kecil penuh toko dan restoranpun suasanananya meriah dan ramai dengan penonton sepak bola. Restoran kecil Vietnam yang menjual sup Pho khas Vietnam dengan suasana santai itupun menambah riang hati kami yang walau telah lelah karena menempuh perjalanan panjang dari Berlin. Düsseldorf telah membawa kenangan unik bagi kami pengurus DWP Berlin, selain memiliki hubungan bathin dengan perempuan Batak, kecantikan kota dan suasana ´hidup´ kotaitu menambah indahnya kenangan kebersamaan kami. ( oleh-oleh kunjungan Düsseldorf tgl .19 April 2012, Maria K.A Tavipsyah )